Beranda | Artikel
Bulughul Maram - Shalat: Mengenal Azan dan Hukumnya
Jumat, 19 Juli 2019

Sekarang kita masuk dalam bahasan azan dan hukumnya. Ini pengantar sebelum masuk dalam Bulughul Maram terkait masalah azan.

 

Tentang Azan

 

Azan secara bahasa berarti pengumuman. Secara istilah syar’i, azan adalah pengumuman akan masuknya waktu pengerjaan shalat dengan ucapan (dzikir) tertentu.

Azan disyari’atkan di Madinah pada tahun pertama Hijriyah, kira-kira sembilan bulan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah. Di antara dalil yang mendukung pendapat ini adalah hadits Ibnu ‘Umar, di mana beliau berkata,

كَانَ الْمُسْلِمُونَ حِينَ قَدِمُوا الْمَدِينَةَ يَجْتَمِعُونَ فَيَتَحَيَّنُونَ الصَّلاَةَ ، لَيْسَ يُنَادَى لَهَا ، فَتَكَلَّمُوا يَوْمًا فِى ذَلِكَ ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ اتَّخِذُوا نَاقُوسًا مِثْلَ نَاقُوسِ النَّصَارَى . وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ بُوقًا مِثْلَ قَرْنِ الْيَهُودِ . فَقَالَ عُمَرُ أَوَلاَ تَبْعَثُونَ رَجُلاً يُنَادِى بِالصَّلاَةِ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « يَا بِلاَلُ قُمْ فَنَادِ بِالصَّلاَةِ»

“Kaum muslimin dahulu ketika datang di Madinah, mereka berkumpul lalu memperkira-kirakan waktu shalat, tanpa ada yang menyerunya, lalu mereka berbincang-bincang pada satu hari tentang hal itu. Sebagian mereka berkata, gunakan saja lonceng seperti lonceng yang digunakan oleh Nashrani. Sebagian mereka menyatakan, gunakan saja terompet seperti terompet yang digunakan kaum Yahudi.” Lalu ‘Umar berkata, “Bukankah lebih baik dengan mengumandangkan suara untuk memanggil orang shalat.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Wahai Bilal bangunlah dan kumandangkanlah azan untuk shalat.”  (HR. Bukhari, no. 604 dan Muslim, no. 377).

Nah, inilah dalil yang menunjukkan kapan dimulai disyari’atkannya azan, yaitu pada awal-awal hijrah saat di Madinah. Sampai-sampai Yahudi ketika mendengar kumandang azan tersebut, mereka berkata, “Wahai Muhammad, engkau sudah membuat hal yang baru yang sebelumnya tidak pernah dilakukan.” Lantas kala itu turunlah firman Allah,

وَإِذَا نَادَيْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ

Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) shalat.” (QS. Al-Maidah: 58).

Dapat pula diperhatikan pada firman Allah,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ

Apabila diseru untuk menunaikan shalat Jumat.” (QS. Al-Jumu’ah: 9). Ayat ini juga menandakan bahwa azan pertama kali disyari’atkan di Madinah karena shalat Jumat baru disyari’atkan saat di Madinah. Untuk tahunnya sendiri, Ibnu Hajar lebih menguatkan pendapat azan dimulai pada tahun pertama Hijriyah. Lihat Fath Al-Bari, 2:78.

 

Keutamaan Azan

1- Setan Menjauh Saat Mendengar Azan

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا نُودِىَ بِالأَذَانِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ لَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لاَ يَسْمَعَ الأَذَانَ فَإِذَا قُضِىَ الأَذَانُ أَقْبَلَ فَإِذَا ثُوِّبَ بِهَا أَدْبَرَ فَإِذَا قُضِىَ التَّثْوِيبُ أَقْبَلَ يَخْطُرُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَنَفْسِهِ يَقُولُ اذْكُرْ كَذَا اذْكُرْ كَذَا. لِمَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ حَتَّى يَظَلَّ الرَّجُلُ إِنْ يَدْرِى كَمْ صَلَّى فَإِذَا لَمْ يَدْرِ أَحَدُكُمْ كَمْ صَلَّى فَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ

Apabila azan dikumandangkan, maka setan berpaling sambil kentut hingga dia tidak mendengar azan tersebut. Apabila azan selesai dikumandangkan, maka ia pun kembali. Apabila dikumandangkan iqomah, setan pun berpaling lagi. Apabila iqamah selesai dikumandangkan, setan pun kembali, ia akan melintas di antara seseorang dan nafsunya. Dia berkata, “Ingatlah demikian, ingatlah demikian untuk sesuatu yang sebelumnya dia tidak mengingatnya, hingga laki-laki tersebut senantiasa tidak mengetahui berapa rakaat dia shalat. Apabila salah seorang dari kalian tidak mengetahui berapa rakaat dia shalat, hendaklah dia bersujud dua kali dalam keadaan duduk.” (HR. Bukhari, no. 608 dan Muslim, no. 389)

Ibnul Jauzi mengatakan, “Suara azan membuat setan takut sehingga pergi menjauh. Karena dalam kumandang azan sulit terjangkit riya’ dan kelalaian. Hal ini berbeda dengan shalat, hati mudah diserang oleh setan dan ia selalu memberikan pintu was-was.” Sampai-sampai Abu ‘Awanah membuat judul suatu bab “Dalil bahwa orang mengumandangkan azan dan iqamah tidak dihinggapi was-was setan dan sulit terjangkit riya’ karena setan menjauh darinya.” (Fath Al-Bari, 2:87).

 

2- Yang mendengar azan akan menjadi saksi bagi muazin pada hari kiamat

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَسْمَعُ مَدَى صَوْتِ الْمُؤَذِّنِ جِنٌّ وَلاَ إِنْسٌ وَلاَ شَىْءٌ إِلاَّ شَهِدَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Tidaklah suara azan yang keras dari yang mengumandangkan azan didengar oleh jin, manusia, segala sesuatu yang mendegarnya melainkan itu semua akan menjadi saksi pada hari kiamat.” (HR. Bukhari, no. 609). Termasuk juga di sini jika yang mendengar adalah hewan dan benda mati sebagaimana ditegaskan dalam riwayat Ibnu Khuzaimah. Dalam riwayat lain disebutkan,

الْمُؤَذِّنُ يُغْفَرُ لَهُ مَدَى صَوْتِهِ وَيَشْهَدُ لَهُ كُلُّ رَطْبٍ وَيَابِسٍ

“Muazin diberi ampunan dari suara kerasnya saat azan serta segala yang basah maupun yang kering akan menjadi saksi baginya pada hari kiamat.” (HR. Abu Daud, no. 515; Ibnu Majah, no. 724; dan An-Nasai, no. 646. Sanad hadits ini hasan sebagaimana dinilai oleh Al-Hafizh Abu Thahir). Termasuk juga yang mendengarnya adalah malaikat karena sama-sama tidak terlihat seperti jin. Lihat Fath Al-Bari, 2:88-89.

 

3- Kalau tahu keutamaan azan pasti akan jadi rebutan

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِى النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلاَّ أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لاَسْتَهَمُوا

Seandainya setiap orang tahu keutamaan azan dan shaf pertama, kemudian mereka ingin memperebutkannya, tentu mereka akan memperebutkannya dengan berundi.” (HR. Bukhari, no. 615 dan Muslim, no. 437)

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Yang dimaksud hadits adalah seandainya mereka mengetahui keutamaan azan, keagungan dan balasannya yang besar, kemudian waktu azan sudah sempit atau masjid hanyalah satu, pastilah mereka saling merebut untuk azan dengan cara mengundi.” (Syarh Shahih Muslim, 4:142).

 

4- Keadaan muazin yang istimewa pada hari kiamat

Dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْمُؤَذِّنُونَ أَطْوَلُ النَّاسِ أَعْنَاقًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Seorang muazin memiliki leher yang panjang di antara manusia pada hari kiamat.” (HR. Muslim, no. 387). Ada yang mengatakan bahwa maknanya adalah orang yang paling banyak menampakkan rahmat Allah. Ada juga ulama yang menafsirkan bahwa yang dimaksud adalah orang yang paling terlihat banyak mendapatkan pahala. (Syarh Shahih Muslim, 4:84).

 

5- Muazin diampuni oleh Allah dan dimasukkan dalam surga kelak

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَعْجَبُ رَبُّكُمْ مِنْ رَاعِى غَنَمٍ فِى رَأْسِ شَظِيَّةٍ بِجَبَلٍ يُؤَذِّنُ بِالصَّلاَةِ وَيُصَلِّى فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ انْظُرُوا إِلَى عَبْدِى هَذَا يُؤَذِّنُ وَيُقِيمُ الصَّلاَةَ يَخَافُ مِنِّى فَقَدْ غَفَرْتُ لِعَبْدِى وَأَدْخَلْتُهُ الْجَنَّةَ

Rabb kalian begitu takjub terhadap si pengembala kambing di atas puncak gunung yang mengumandangkan azan untuk shalat dan ia menegakkan shalat. Allah pun berfirman, “Perhatikanlah hamba-Ku ini, ia berazan dan menegakkan shalat (karena) takut kepada-Ku. Karenanya, Aku telah mengampuni dosa hamba-Ku ini dan aku masukkan ia ke dalam surga.”. (HR. Abu Daud, no. 1203 dan An-Nasai, no. 667. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih).

 

6- Muazin lebih utama daripada imam

Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْإِمَامُ ضَامِنٌ وَالْمُؤَذِّنُ مُؤْتَمَنٌ، فَأَرْشَدَ اللهُ الْأَئِمّةَ وَعَفَا عَنِ المْؤَذِّنِيْنَ

Imam adalah penjamin sedangkan muazin adalah orang yang diamanahi. Semoga Allah memberikan petunjuk kepada para imam dan mengampuni para muazin.” (HR. Ibnu Hibban dalam Shahih-nya no.1669, dan hadits ini disahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullahdalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, no. 239)

Hadits ini dan sebelumnya menunjukkan bahwa seorang muazin lebih utama daripada seorang imam. Karena yang namanya amanah lebih tinggi daripada memberi jaminan, juga maghfirah (ampunan) lebih utama daripada irsyad (petunjuk). Yang menjadi pendapat dalam madzhab Syafi’i, muazin lebih utama daripada imam berdasarkan pertimbangan dalil-dalil yang ada. Sampai-sampai Umar bin Khottob berkata, “Seandainya aku bukanlah khalifah (yang mesti jadi imam shalat, -pen), tentu aku akan mengumandangkan azan.” Lihat Al-Mughni, 2:54-55.

Dalam Al-Mufhim (7:2), Imam Al-Qurthubi menyatakan bahwa dalam azan itu diumumkan tiga hal: (1) masuknya waktu shalat, (2) mengajak shalat berjamaah dan berkumpul pada suatu tempat, (3) menampakkan syiar-syiar Islam.

 

Hukum Azan dan Iqamah

 

Yang paling tepat, hukum azan dan iqamah adalah fardhu kifayah pada yang mukim dan musafir. Jika sebagian sudah melakukannya, maka yang lain gugur kewajibannya.

Adapun orang yang shalat sendirian disunnahkan azan dan iqamah, namun bukanlah wajib karena ketika mengumandangkan azan saat shalat sendiri tidak ada jamaah yang dipanggil. Akan tetapi karena dalam azan terdapat dzikir kepada Allah, maka tetap dianjurkan. Lihat Minhah Al-‘Allam, 2: 238.

Hadits-hadits yang membicarakan tentang cara azan, insya Allah akan dikaji dalam artikel Rumaysho.Com.

 

Referensi:

  1. Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Jilid Kedua.
  2. Shahih Fiqh As-Sunnah. Syaikh Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim. Penerbit Al-Maktabah At-Taufiqiyah.

 


 

Disusun di #DarushSholihin, 17 Dzulqa’dah 1440 H (20 Juli 2019, Sabtu Dinihari)

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

 


Artikel asli: https://rumaysho.com/20903-bulughul-maram-shalat-mengenal-azan-dan-hukumnya.html